Sejarah Pendirian STKQ Al-Hikam

sejarah

Berawal dari Musyawarah Nasional (Munas) Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffazh Nahdlatul Ulama (PP. JQH-NU) III tahun 2006 yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Hikmah Bumiayu Brebes Jawa Tengah Pimpinan al-Maghfurlah KH. Masruri Abdul Mughni selama tiga hari, 17-20 Maret 2006. Saat itu Dr. KH. A. Muhaimin Zen, MA terpilih kembali sebagai ketua umum periode 2006-2012 setelah sebelumnya sebagai ketua PAW (Pergantian Antar Waktu) menggantikan Prof. Dr. KH. Said Agil Husein al-Munawwar, MA. PP. JQH-NU merupakan salah satu badan otonom (Banom) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Selepas Munas, ketua umum terpilih melaporkan beberapa poin kepada Dr. KH. Ahmad Hasyim Muzadi sebagai ketua umum PBNU, sebagaimana berikut:

  1. Hasil Munas III PP. JQH-NU
  2. Pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) antar pondok pesantren V JQH-NU
  3. Sambutan dari Menteri Agama, Bapak H. Maftuh Basyuni yang memberikan apresiasi setinggi-tingginya
  4. Bapak Maftuh Basyuni telah memfasilitasi untuk beraudiensi kepada Presiden RI ke6, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. 

Dr. KH. Ahmad Hasyim Muzadi menyambut baik dan memberi apresiasi terhadap laporan tersebut. Selanjutnya Dr. KH. Ahmad Hasyim Muzadi, sebagai Ketum PBNU memberikan tugas khusus kepada Ketum PP. JQH-NU, Dr. KH. A. Muhaimin Zen, MA untuk memperhatikan komunitas hafizh-hafizhah di Indonesia dari segi pendidikan dan kesejahteraannya. Mengingat banyak remaja putra-putri umur belasan tahun sudah mampu hafal Al-Quran 30 juz namun mereka masih belum mengenyam pendidikan formal. Dr. KH. Ahmad Hasyim Muzadi mengajak Dr. KH. A. Muhaimin Zen, MA untuk memikirkan bersama kehidupan mereka. Kemuliaan huffazh di mata Allah seharusnya bisa diimbangi dengan kehormatan mereka di masyarakat jangan sampai menjadi beban masyarakat karena mereka tidak berpendidikan formal. 

Pada tahun 2008 Dr. KH. A. Muhaimin Zen, MA ditemui oleh H. Arif Zamhari, Ph.D (Menantu Dr. KH. Ahmad Hasyim Muzadi) memintanya agar bertemu dengan Dr. KH. Ahmad Hasyim Muzadi di ruang kerjanya di lantai 3 gedung PBNU Jl. Kramat Raya 164 Jakarta Pusat. Pertemuan tersebut membahas rencana Dr. KH. Ahmad Hasyim Muzadi mendirikan sebuah lembaga pendidikan formal berbasis Al-Quran. Mengingat masa khidmat menjadi Ketum PBNU akan selesai, Dr. KH. Ahmad Hasyim Muzadi menginginkan tanah cukup luas yang dimilikinya di Depok dijadikan sebagai lahan pendidikan formal. Pembelian tanah di kota Depok sebagai tempat pengkaderan ulama cukup beralasan. Dr. KH. Ahmad Hasyim Muzadi berpandangan bahwa Depok merupakan pusat keilmuan yang disimbolkan dengan keberaadaan Universitas Indonesia (UI) sebagai instansi yang bonafide dalam melahirkan sarjana dan tokoh terkemuka di Indonesia. Dengan tempat yang cukup dekat dengan UI, Dr. KH. Ahmad Hasyim Muzadi menginginkan integrasi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan bagi para santrinya. Kemudian Dr. KH. Ahmad Hasyim Muzadi meminta pendapat Dr. KH. A. Muhaimin Zen, MA bentuk pendidikan formalnya.

Berangkat dari latarbelakangnya sebagai dosen di bidang Tahfizhul Quran dan Ulumul Quran, Dr. KH. A. Muhaimin Zen, MA mengusulkan pendirian Perguruan Tinggi Al-Quran. Awalnya Dr. KH. Ahmad Hasyim Muzadi menangkap usul pendirian tersebut akan menimbulkan kesan menyaingi keberadaan Perguruan Tinggi AlQuran di wilayah Jakarta dan sekitarnya (Baca: Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) Jakarta dan Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta). Sebagai dosen di kedua kampus tersebut, Dr. KH. A. Muhaimin Zen, MA menjelaskan bahwa kedua perguruan tinggi tersebut tidak diperuntukkan khusus calon mahasiswa yang sudah hafal Al-Quran 30 juz melainkan mewajibkan para mahasiswanya menghafal Al-Quran ketika sudah diterima. PTIQ merupakan perguruan tinggi Al-Quran yang diperuntukkan lulusan SLTA/se-derajat laki-laki yang mampu membaca AlQuran dengan baik. Sementara IIQ adalah perguruan tinggi Al-Quran yang dikhususkan untuk perempuan lulusan SLTA/se-derajat yang mampu membaca Al-Quran dan siap menghafalkan Al-Quran selama studi perkuliahannya. Akhirnya Dr. KH. Ahmad Hasyim Muzadi menyetujui usulan tersebut.

Selanjutnya Dr. KH. A. Muhaimin Zen, MA ditugaskan menindaklanjuti rencana tersebut dengan membentuk tim pendirian perguruan tinggi berbasis Al-Quran yang diperuntukkan khusus untuk huffazh Al-Quran 30 juz. Pengkhususan ini merupakan distingsi Sekolah Tinggi Kuliyyatul Quran Al-Hikam dibanding perguruan tinggi berbasis Al-Quran lainnya. Dalam menindaklanjuti rencana pendirian Sekolah Tinggi Kuliyyatul Quran Al-Hikam, terbentuklah tim yang terdiri sebagaimana berikut: 

  1. KH. Ahmad Hasyim Muzadi (Pengarah)
  2. KH. A Muhaimin Zen, MA (Ketua)
  3. H. Arif Zamhari, Ph.D (Sekretaris)
  4. KH. Ahmad Fathoni, Lc., MA (Anggota)
  5. H. Anshori Mahbub, LAL (Anggota)
  6. Adib Minanul Chalik, MA (Anggota)
  7. Musthofa, S.Pd.I (Anggota)
  8. Hamzah Abdul Majid, MA (Anggota)

Tugas pertama tim tersebut adalah studi banding ke beberapa perguruan tinggi yang memiliki progam studi ke Al-Quran-an. Mulai dari program studi Tafsir Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, PTIQ Jakarta, IIQ Jakarta, Kemenag RI dan Diknas RI hingga Kulliyatul Quran Universitas Madinah Saudi Arabia. Setelah beberapa kali mengadakan rapat pertemuan persiapan pendirian, tim menghasilkan beberap poin penting terkait pendirian sebagaimana berikut: 

  1. Lembaga perguruan tinggi diberi nama “Sekolah Tinggi Kulliyatul Quran (STKQ) Al-Hikam Depok” setelah terinspirasi dengan fakultas Kulliyatul Quran yang ada di Universitas Madinah al-Munawwarah;
  2. Bentuk perguruan adalah Sekolah Tinggi dengan Progam Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir;
  3. Kurikulum mengacu ke Kementerian Agama RI;
  4. Sarana dan prasarana telah disiapkan oleh Dr. KH. Ahmad Hasyim Muzadi;
  5. Para dosen diambil sesuai dengan bidang dan disiplin ilmunya masing-masing.

Dalam mensosialisasikan progam studi yang akan dibuka, dibentuk dua tim yang bertugas mensosialisasian progam studi dan merekrut calon mahasiswa. Tim pertama dipercayakan kepada Dr. KH. A Muhaimin Zen, MA yang merekrut calon mahasiswa di wilayah Banten dan seluruh provinsi di luar Jawa. Sementara tim kedua diamanahkan kepada Dr. KH. Ahmad Fathoni, Lc., MA yang merekrut calon mahasiswa yang ada di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. 

Sekolah Tinggi Kuliyyatul Qur’an (STKQ) diresmikan pada hari Jumat tanggal 9 Januari 2011 bertepatan tanggal 12 Muharam 1430 H yang sekaligus ditandai dengan kuliah perdana oleh beberapa mufasir terkemuka yakni Syaikh Wahbah Mustafa az-Zuhaili (w. 2015 M) sebagai representasi mufasir kontemporer dari dunia internasional,  KH. M. Quraish Shihab (l. 1944) Sebagai representasi mufasir kontemporer Indonesia, dan KH. Tolchah Hasan (w. 2019) yang dihadiri oleh tidak kurang dari 400 undangan yang meliputi para alim ulama, 350-an pimpinan pondok pesantren Al-Qur’an seluruh Indonesia, dan 45 calon mahasiswa angkatan pertama yang akan mengikuti perkuliahan.